Konsultasi
Perkembangan Mutiara Panca Rasa
Pendaftaran

PERGURUAN PENCAK SILAT MUTIARA PANCA RASA

Pada saat pemerintahan Sultan Syarif Qosyim, Raja yang ke–XII, Raja ini didampingi oleh seorang Imam/Qodhi bernama Imam Suhil bin Abdul Ghoni, yaitu salah satu pewaris semua ke “ILMUAN“ dari Sultan Abdul Jalil Rahmatsyah. Sang pewaris mempunyai anak sebanyak 25 orang dari 2 istri (Istri I, melahirkan 5 anak dan istri ke II, melahirkan 20 anak). Dari anak istrinya yang ke II, ada seorang puterinya yang bernama : “FATIMAH DJAWAHIR BINTI IMAM SUHIL“ dinikahinya dengan seorang pemuda dari keturunan Panglima Megat Sri Rama atau keturunan Sultan Abdul Rahmatsyah yang bergelar : “DATUK PANGLIMA BAHROEM AZHAR“ (Ranji silsilah Panglima Wahab di Temasik/Johor, Malaysia). Datuk Panglima Bahroem Azhar adalah juga salah satu pewaris dari KEILMUAN yang dimiliki oleh Panglima Megat Sri Rama atau Sultan Jalil Rahmatsyah. Dari hubungan cinta kasih sayang kedua mempelai ini terlahirlah anak lelaki bernama : “FUAD AZHAR“.

Pada saat itu anak yang terlahir ini sebelumnya dibawa terlebih dahulu ke Istana oleh ibundanya untuk diperlihatkan oleh Sultan dengan rasa gembira dengan kehadiran anak pertamanya itu dengan membawa kain songket tenunan siak berwarna hijau biasanya sultan sering memberi kain kepada orang baru saja melahirkan namun kali ini tidak malah ibunda Fatimah yang memberi kain tersebut kepada Sultan, sedangkan pada saat itu Sultan tidak mempunyai keturunan(anak) maka Sultan pun sedih sambil mendodoikan bayi itu lalu Sultan berucap “KELAK NANTI BAYI INI TUMBUH BESAR HIDUP DAN KETURUNANNYA INSYA ALLAH TIDAK SUSAH, AMIN YA ROBALALAMIN“ dan Sultan berucap kembali “KUBERI GELAR ANAK INI bergelar “TENGKU FUAD AL ZAKIYAT AZHAR”.

Semasa kecil kerap sekali anak yang tumbuh dewasa dilingkungan Istana serta pada usia yang cukup anak tersebut dikhitan di Istana dan duduk di Kursi Sultan yang terbuat dari Emas itu yang sekarang dapat kita jumpai diIstana.

Bunda Fatimah binti Suhil semasa gadisnya pernah tinggal di Istana Al asyimiah(Istana Sultan Siak) kerajaam Sri Siak Indrapura selama 8 tahun sebagai guru pengajian Al Quran semua putri-putri raja. Setelah menikah bunda Fatimah keluar dari Istana menetap di rumah ayahandanya Imam Suhil.

(Gelar ini diberikan oleh Sultan Syarif Qosyim Raja ke XII Kerajaan SIAK SRI INDRAPURA saat FUAD AZHAR akan melanjutkan sekolah/pergi merantau ke Jawa pada tahun 1968 disaksikan oleh Bundanya Fatimah Djawahir binti Imam Suhil , Permaisuri Raja “TENGKU SYARIF FADLUN“. Kakeknya Imam Suhil Bin Imam Abdul Ghoni Ayahanda DATUK PANGLIMA BAHROEM AZHAR serta para kerabat Istana).

Semasa mudanya “Tengku Fuad Al zakiyat Azhar“, sangat rajin berguru pada kakeknya Imam Suhil Bin Abdul Ghoni dan Ayahandanya Datuk Panglima Bahroem Azhar, yang merupakan GURUNYA YANG KE I dan YANG KE II. Ilmu–ilmu yang dipelajarinya adalah Ilmu Agama Islam serta Ilmu Pencak Silat Aliran Pengngiang dan Ilmu Pencak Silat Aliran Minangkabau serta Ilmu Pencak Silat Aliran Gerak Pengelat yang dijaga keasliannya walaupun sudah mengalami perubahan sesuai keadaan zaman. Ilmu Persilatan Warisan Nenek Moyangnya, Kebatinan dan Pengobatan.

Kebetulan pula dari sekian puluh cucu dari Kakeknya Imam Suhil Abdul Ghoni ini dialah yang BERBAKAT. BERJIWA PENDEKAR dan dinilai mampu menyerap semua ke “ILMUAN“ warisan nenek moyangnya itu. Dengan demikian secara tak langsung tumpahlah semua kasih sayang baik dari Kakek atau dari Ayahanda yang sekaligus adalah Guru–Gurunya.

Setelah mereka merasa cukup dalam menurunkan Keilmuan warisan ini, Pemuda Fuad Azhar diperintahkan merantau ke pulau Jawa, sekaligus melanjutkan sekolah disana.

Didalam perantauanya ke Pulau Jawa tepatnya di tanah Betawi yang sekaligus melanjutkan sekolah di sana.

Demikianlah Sang Pemuda perjaka, dalam kesibukannya menuntut ILMU DUNIA DAN AKHIRAT, Disuatu hari yang bahagia, Dia diketemukan ALLAH dengan seorang gadis MOJANG PRIANGAN, bernama RADEN TIEN SUHARTINI BINTI RADEN ATMA WIJAYA, yan “SUNAN CIREBON“ (Dari Sunan Gunung Djati) di Tanah CIREBON, JAWA BARAT.

Disinilah juga yang merupakan asal–usul keilmuan PERGURUAN PENCAK SILAT MUTIARA PANCA RASA diantaranya yaitu :

Cimande, Cikalong, Sahbandar, Kari–Madi, Sera, Dan juga Debus Yang sekarang ini telah dimodifikasi menurut situasi keadaan zaman dan tetap keasliannya. Tak luput juga keilmuan Betawian serta tidak ketingalan unsur–unsur keilmuan yang lain yaitu dari Jawa yang telah dicampur menjadi SEBELAS JURUS ANDALAN adalah :

Alhamdulilah, dengan segala kehendak–Nya, Pada tanggal 16 Februari 1974, Raden Tien Suhartini Binti Raden Atmawijaya, Telah sah menjadi istri tercinta dari Tengku Fuad Alzakiyat Azhar. Dalam jalinan kisah cinta kedua remaja ini terlahir dua orang putra berdarah Pendekar yaitu :

  • RADEN ESA PANJI HARUMAN
  • RADEN RANGGA PADMA NEGARA

Selanjutnya, tepat pada saat Tengku Fuad Alzakiyat Azhar, Berumur 40 tahun, datanglah MANDAT dari Ayahanda dari Tanah Siak di Riau, Datuk Panglima Bahroem Azhar Berkata (Saat itu berupa bayang–bayang)

“WAHAI ANAKKU SI ALANG FUAD, SEBELUM AKU DIJEMPUT ALLAH UNTUK KEMBALI KEHARIBAANNYA, AKU HARAP KEMBANGKANLAH“ ILMU LELUHUR ITU SEBAGAI AMALAN MU TERHADAP SESAMA MANUSIA“, SEBELUM ALLAH JUGA MENJEMPUTMU KEMBALI KEHARIBAANNYA“

Alhamdulillah Dengan KODRAT dan IRADAT ALLAH, Tepat tanggal 25 Juni 1989, Diresmikanlah PERGURUAN PENCAK SILAT MUTIARA PANCA RASA oleh Pengurus Cabang IPSI Jawa Barat dan lalu disusul diresmikanya oleh Pengurus Cabang IPSI DKI JAKARTA dan pada kesempatan itu juga diresmikan oleh Pengurus Cabang di Provinsi lain hingga sekarang.

Demikianlah Perguruan Pencak Silat Mutiara Panca Rasa, Berkembang dengan pesatnya, dari murid asalnya di bentuk adalah 50 orang dari berbagai suku, Alhamdulillah sekarang ini sudah memiliki murid lebih dari 5000 orang dari seluruh Nusantara. Ditambah beberapa Cabang diluar negeri yaitu Turki, Jepang dan Philipine.

Demikianlah riwayat ringkas dari Autobiografi penyadur yaitu Bapak Tengku Fuad Alzakiyat Azhar, Sekaligus adalah Pendiri dan Guru Besar Perguruan Pencak Silat Mutiara Panca Rasa.